Cara Tuhan Mengenalkan Diri-Nya

Apakah pernah terlintas di benak kalian perihal bagaimana bisa kita mengenal tuhan? Atau mungkin tuhan mengenalkan eksistensinya pada kita yang manusia? Padahal keyakinan tentang eksistensi yang mengatur alam semesta ini merupakan sesuatu yang kodrati bagi seluruh manusia. Mungkin sebuah maqolah “Man `Arofa Nafsahu Fa`arofa Robbahu” dapat sedikit menjawab pertanyaan tersebut. Namun, bagaimana jika orang-orang non-muslim yang menggunakan maqolah tersebut sebagai dalilnya? Bukankah terasa aneh bagi kita seorang muslim karena seakan-akan eksistensi tuhan itu banyak sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini.

Begitupun dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat jahiliyah pada awal kemunculan islam yang membawakan ajaran monotheis “Tuhan yang Esa”, dimana kala itu politheisme begitu marak dan mengakar di kalangan masyarakat jahiliyah. Dr. KH. Musta’in Syafi’ie menjelaskan bahwa Allah mengenalkan dirinya pada peradaban manusia melalui Islam dengan cara yang sungguh apik. Melalui wahyu ayat pertama yang diturunkan, Quran Surah Al-Alaq ayat 1 yang berbunyi,

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!”

Kata Iqro` disini memiliki banyak makna yaitu Qiraah (Bacaan), Tadris (Belajar) atau bisa juga ditafsirkan dengan makna perintah untuk ber-Tadabbur yaitu, berfikir dengan akal dan makna Tafakkur yakni, mempersepsikan dengan hati. Makna tersebut secara tidak langsung merupakan perintah Allah kepada manusia yang memiliki kemampuan tersebut. Kemampuan untuk menggunakan nalar dan hatinya tentang hakikat tuhan yang sebenarnya yang secara tersirat ditegaskan oleh kalimat Bismi Robbika”.

Dr. KH. Musta’in Syafi`ie juga menuturkan apabila dilihat dari fakta historis, masyarakat pada masa jahiliyah memiliki banyak pemahaman tentang tuhan atau Rabb-nya. Seperti tuhan Latta, `Uzza dan Manat yang dianut oleh kaum pagan atau tuhan Uzair yang dianut oleh kaum yahudi atau juga tuhan Yesus yang dianut oleh kaum nasrani. Kemudian dari banyak tuhan tersebut Allah menegaskan dengan kalimat “al ladzii kholaq” yang berarti yang menciptakan. Rabb yang mana yang mampu menciptakan, memelihara, dan mendidik sesuai dengan makna kata “Robb” itu sendiri? Jelas Allah lah satu-satunya dzat (eksistensi) yang sesuai dengan makna tersebut.

Tendensinya adalah Allah memerintahkan manusia untuk menggunakan logika dan hatinya. Seolah-olah Allah menanyakan tentang-Menurutmu manakah yang lebih pantas dan mutlak antara Aku dan tuhan-tuhan itu untuk menyandang kalimat “Robbika al ladzii kholaq”. Perintah untuk berfikir itu sesuai dengan yang diterangkan oleh Quran Surah Ali Imran ayat 190 yang berbunyi,

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.

Sangat disayangkan, masyarakat di zaman modern ini kebanyakan malas untuk melakukannya dan mereka hanya sebatas memahami tuhan melalui imanensi (material) yang lama-kelamaan memiskinkan pola berpikir masyarakat kedepannya. Padahal kemampuan dan kesadaran untuk berfikir, menalarkan, berlogika dan meyakini dengan hati tentang tanda-tanda eksistensi-Nya lah yang harus ditumbuhkan agar Kaffah dalam menjadi manusia yang bersifat Ulil Albab dimanapun dan kapanpun itu.

Wallahua`lam Biishowaab.

 

 

*Oleh: Kanza Haka

*Mata Kuliah Tafsir Dakwah oleh Dr. KH. Musta`in Syafi`ie (Mudir PP. Madrasatul Quran Tebuireng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.