Kontribusi Nyai Nafiqoh di Tebuireng

Nyai Nafiqoh merupakan istri KH. Hasyim Asy’ari yang ikut berjuang dalam mengasuh PP Tebuireng. Lantas muncul sebuah pertanyaan mendasar seberapa besar peran dan kontribusi beliau dalam membantu perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dan perkembangan Tebuireng.

Nyai Nafiqoh merupakan sosok perempuan yang mempunyai wawasan luas dan pemikiran yang maju maka pelayanan yang disuguhkan oleh Nyai Nafiqoh juga maju seperti pemikirannya. Pemikiran maju tersebut dapat beliau terjemahkan ke dalam tatanan yang lebih konkrit, artinya memang dipraktikkan langsung.

Guru-guru lama di Tebuireng, guru-guru lama Madrasah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng menceritakan bahwa Nyai Nafiqoh menyediakan telur setiap hari untuk guru. Pada masa itu yaitu waktu Indonesia masih belum merdeka, telur merupakan makanan yang terbilang mewah. Pada umumnya makanan masyarakat waktu itu adalah tiwul dan getuk. Pada masa itu pegawai gula di pabrik gula Cukir saja tidak mendapatkan jatah makanan sedangkan guru-guru di Tebuireng sudah dimuliakan dengan diberi jatah makanan. Hal ini menunjukkan kemajuan pemikiran Nyai Nafiqoh dengan memberikan nutrisi dan gizi untuk mengisi energi para guru.

Pada waktu itu, setelah istirahat yaitu pukul sepuluh, guru-guru diberi menu makan, salah satu menu wajib adalah telur. Itu dibuktikan dengan menumpuknya baki telur di dapur pesantren atau ndalem wingking. Semua guru ataupun santri yang lewat di depannya dapat melihat terdapat baki telur yang menumpuk. Selain telur, para guru juga diberikan susu sapi sebagai asupan gizi.

Nyai Nafiqoh dipercayai KH. Hasyim Asy’ari untuk mengurus semua urusan dapur termasuk urusan pemenuhan gizi, baik rumah tangga pribadi maupun rumah tangga pesantren. Nyai Nafiqoh juga mengusahakan mujahadah atau berjuang untuk anak-anaknya. Itu adalah bentuk Nyai Nafiqoh sangat mewarnai Tebuireng pada zamannya.

Nyai Nafiqoh merupakan sosok Bu Nyai istimewa karena mampu mengurus rumah tangga pribadi sekaligus rumah tangga pesantren. Tidak banyak Bu Nyai yang melakukan hal seperti yang dilakukan beliau. Nyai Nafiqoh tutup usia pada tahun 1920, Dua puluh lima tahun sebelum Indonesia merdeka.

 

Narasumber: Dr. Mohamad Anang Firdaus, M.Pd.I

Dosen & Tim Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.